Senin, 09 November 2009

UTS K3 (Dosen : Pak Dwi)

1 komentar
Ujian Tengah Semester

Matakuliah : K3
Dsn Pengampu : Dwi Prihanto
Sifat : Take Home
Waktu : 1 Minggu (dikumpulkan pada pertemuan ya)
Tugas UTS : Susun Outline Makalah yang dirujuk berdasarkan informasi mass-media tentang: “Gempa-Bumi Perlu Masuk Kurikulum Sekolah” (lihat data pendukung dari folder P. Dwi)

Format Outline Makalah :
Mengikuti aturan Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (UM), yaitu:
(a) Judul
(b) Abstrak (pengertian Abstrak klik di sini)
(c) Kata kunci
(d) Identitas Penulis
(e) Pendahuluam yang berisi masalah, ruang lingkup, dan pentingnya bahasan
(f) Isi bahasan
(g) Penutup
(h) Daftar Rujukan

Tulisan : Times New Roman 12; 1,5 spasi.
Jumlah hal : 5 halaman (A4)


Contoh Makalah K3 : download di sini.


Ini contoh materi yang perlu disampaikan pada materi makalah kita :

Contoh Materi 1 :

Gempa Perlu Masuk Kurikulum Sekolah
Posted 4 Oktober 2009
sumber : http://tvauliya.wordpress.com/2009/10/04/gempa-perlu-masuk-kurikulum-sekolah
Filed under: Gempa Sumbar, Nasional, Pendidikan, Top Stories |


Gempa di Padang
JAMBI, KOMPAS.com — Anggota DPR, Ny Ratu Munawwaroh Zulkifli, mengusulkan agar Dinas Pendidikan Provinsi Jambi memasukkan gempa bumi sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah, khususnya di Kabupaten Kerinci dan Kota Sungaipenuh serta daerah sekitarnya yang merupakan daerah rawan gempa.

“Melalui proses pembelajaran di sekolah, anak-anak dan masyarakat akan mengetahui cara-cara menghadapinya dan upaya menyelematkan diri jika terjadi gempa,” katanya di Jambi, Minggu (4/10), menanggapi hasil kunjungannya ke lokasi dan korban gempa di Kabupaten Kerinci dan Kabupaten Merangin, Sabtu (3/10).

Anggota DPR asal Partai Amanat Nasional (PAN) dari daerah pemilihan Provinsi Jambi itu, Sabtu, bersama Gubernur Jambi H Zulkifli Nurdin dan pejabat setempat meninjau lokasi dan korban gempa bumi di Kerinci dan Merangin. “Dengan dipelajarinya gempa bumi, diharapkan bencana alam itu bukan lagi sesuatu yang menakutkan karena masyarakat sudah memahami dan mengetahui, terutama cara-cara menghadapi dan menyelamatkan diri,” kata Ratu Munawwaroh seperti dikutip Antara.

Saat ini sudah banyak dijual film-film yang mengajarkan bagaimana hidup di daerah rawan gempa, misalnya di Jepang, masyarakatnya saat ini tidak lagi panik jika menghadapi gempa karena sudah tahu persis cara menghadapinya dan upaya menyelamatkan diri, di samping mereka juga menguasai teknologi dalam membuat bangunan tahan gempa. Ratu juga berharap, ke depan, pemerintah hendaknya tidak hanya fokus memikirkan upaya mengatasi pascagempa, tapi juga bisa memikirkan berbagai upaya dalam menghadapi gempa bumi.

Selain itu, pemerintah daerah juga membentuk Desa Siaga Gempa untuk menyosialisasikan berbagai upaya penanggulangan gempa dan mengenali wilayah tempatnya bermukim sehingga jika terjadi gempa lebih siap menghadapinya. Kabupaten Kerinci pada Kamis (1/10) dilanda gempa berkekuatan 7,0 skala Richter pukul 08.52 dengan lokasi gempa berada di 46 kilometer tenggara Sungaipenuh, Ibu Kota Kerinci, di kedalaman 10 kilometer.

Kerugian akibat bencana gempa bumi Kerinci dari hasil pendataan sementara mencapai Rp100 miliar lebih. Gubernur Jambi H Zulkifli Nurdin minta agar ke depan masyarakat Kerinci yang akan membangun rumah harus mengurus izin mendirikan bangunan (IMB) terlebih dahulu.

“Dengan memiliki IMB, pembangunannya akan diawasi, termasuk material yang harus digunakan. Pejabat yang berkompeten agar benar-benar mengawasi sehingga bangunan atau rumah yang didirikan benar-benar baik kuat jika terjadi gempa,” katanya.
Kepada Bupati Kerinci dan Penjabat Wali Kota Sungaipenuh, Gubernur meminta agar segera membuat peraturan daerah tentang IMB, termasuk kabupaten lainnya. Hal tersebut perlu diterapkan mengingat banyaknya rumah dan bangunan yang roboh akibat gempa Kerinci, hal itu juga menunjukkan masih rendahnya kualitas bangunan.



Contoh Materi 2 :

Berita Nasional
sumber : belum dicantumkan (klo untuk makalah qt nanti hrs jelas drmn sumbernya)

Perhatian pemerintah dan masyarakat atas gempa harus lebih besar lagi. Pasalnya, guncangan
akibat kejadian alam itu cukup tinggi. Dalam sehari, tercatat 2 hingga 15 gempa menggoyang
wilayah Indonesia. Karena itu, Indonesia kerap disebut sebagai disaster supermarket. Hal itu
diungkapkan Kepala Pusat Seismologi Teknik dan Geopotensial BMKG Drs Suharjono Dipl
Seis dalam Diskusi Terbuka tentang Gempa yang diselenggarakan Jawa Pos di Graha Pena,
Surabaya, kemarin (6/10).
Menurut Suharjono, jika dihitung dalam setahun, gempa yang terjadi pasti lebih banyak. Dia
menyebut 6 ribu hingga 7 ribu gempa. Gempa itu memang tidak selalu menimbulkan
kerusakan. Sebab, tidak semua berskala besar. ''Ada yang (kekuatannya) hanya satu atau dua
skala Richter. Namun, gempa tetap harus mendapat perhatian khusus,'' katanya.

Apalagi, tutur dia, dalam kurun 20 tahun terakhir, bencana yang disebabkan benturan lempeng
bumi dan erupsi gunung berapi itu memakan banyak korban jiwa. Selama 1980-2008 sebanyak
189.615 nyawa melayang akibat ben­cana gempa di Indonesia. Jika dirata-rata, setiap tahun
korban tewas mencapai 6.538 jiwa.

Kerugian ekonomi akibat gempa juga mencengangkan. Angkanya mencapai USD
21.219.450.000 atau sekitar Rp 210 triliun. ''Itu hasil survei Emdat (The International
Emergency Disasters Database), lembaga pencatat bencana yang bermarkas di Belgia,'' kata
Ketua Pusat Studi Kebumian dan Bencana ITS Dr Ir Wahyudi MSc.

Tingginya kasus bencana akibat gempa di tanah air memang tidak bisa dihindari. Itu
disebabkan kondisi Indonesia yang bisa dikatakan ''spe­sial''. Negara lain terdiri atas dua
lempeng. Jepang yang sering dilanda gempa terdiri tiga lempeng.

Nah, jumlah lempeng bumi di Indonesia mencapai empat, yakni Indo Australia, Pasifik, Eurasia,
dan Filipina. Karena faktor alam itulah, negeri ini kerap disebut disaster supermarket. Lempeng
itu menimbulkan hampir seluruh bencana di Indonesia.

Karena banyaknya korban jiwa, kerugian ekonomi, hingga intensitas gempa, para pembicara
menilai gempa atau bencana lain harus menjadi isu serius di Indonesia. Apalagi, setelah gempa
7,6 skala Richter (SR) menghancurkan Padang dan daerah-daerah lain di Sumbar Rabu pekan
lalu (30/9). Penanganan atau antisipasi terkesan kurang sistematis.

Salah satu ide dilontarkan Setia Budhijanto, pembicara lain dalam diskusi tentang gempa di
ruang Semanggi, Graha Pena, kemarin. Dia mengusulkan agar pemerintah segera membuat



Contoh Materi 3 :
1 / 2

Nasional
(Judul dan sumber belum dicantumkan)
(klo untuk makalah qt nanti hrs jelas drmn sumbernya)



sistem penanganan gempa. Salah satunya mema­sukkan materi gempa dalam kurikulum
sekolah.

Ketua tim rumah cepat Jawa Pos di Aceh dan Jogja tersebut punya alasan mengapa itu
menjadi cara efektif atau jitu. Budi, panggilan Setia Budhijanto, mencontohkan kasus tsunami di
Thailand beberapa waktu lalu. ''Ada anak SD melihat air laut surut. Saat itu banyak orang
berada di tepi pantai,'' ceritanya. Siswa SD itu, kata Budi, paham tentang bakal terjadinya
tsunami. Sebab, dia mendapat pengetahuan itu dari sekolahnya. ''Dia pun mem­beri tahu orang
lain jika bakal terjadi tsunami,'' ujarnya.

Ternyata, kata Budi, tsunami be­nar-benar terjadi. Ratusan jiwa pun terselamatkan. ''Bangsa
kita tidak punya wawasan tentang gem­pa. Ini menjadi peran pemer­intah. Misalnya,
pengetahuan gempa masuk kurikulum,'' ucapnya. Selain itu, masyarakat harus lebih sadar.
Banyak cara mencegah korban atau kerugian akibat gempa. Misalnya, di setiap gedung
bertingkat dipasangi alat bernama intensitimeter.

Peralatan itu bisa mendeteksi jika ada guncangan dari perut bumi. Lantas, alat itu dilengkapi
monitor yang bisa menampilkan skala (kekuatan) gempa. ''Kalau 3 skala Richter, ya muncul
angka 3 di monitor,'' ucap Suharjono. Dengan begitu, jika ada info gempa dalam skala tinggi,
orang yang berada di bangunan bertingkat bisa menyelamatkan diri. Dalam kasus gem­pa di
Padang, banyak orang terjebak di bangunan tinggi. Mereka tidak sempat menyelamatkan diri
karena tidak tahu besarnya gempa.

Hingga saat ini, gempa memang cepat terdeteksi. Cukup lima menit, lokasi dan besar
guncangan su­dah diketahui. Pemerintah memasang peralatan pencatat gempa (seismogaf). Di
Indonesia terdapat 160 titik lokasi seimograf. Diskusi yang dipandu redaktur Jawa Pos
Kurniawan Mu­hammad itu berjalan gayeng. Apa­lagi, saat sesi tanya jawab. Seorang peserta
bernama Joni menanyakan potensi gempa di Su­rabaya. Termasuk, ancaman bencana di
sekitar sembur­an lumpur di Porong, Sidoarjo.

Suharjono menyatakan, di Indonesia zona gempa terbagi menjadi enam. Angka enam adalah
yang terparah. Surabaya dan sekitarnya masuk zona 3-4. Jadi, masih ada ke­mungkinan
gempa di Surabaya. ''Saya tidak mau menyebutkan akan ada gempa atau tidak (di Surabaya).
Tapi, tidak ada salahnya punya pengetahuan menyelamatkan diri dari bencana.''



Contoh Materi 4 :


BMKG: PELAJARAN GEMPA PERLU MASUK KURIKULUM SEKOLAH

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menilai negara rawan gempa seperti Indonesia perlu memasukkan mata pelajaran tentang gempa ke kurikulum sekolah sehingga seluruh masyarakat mengetahui cara mengantisipasi gempa secara dini.

Bengkulu, 3/10 (Antara/FINROLL News) - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menilai negara rawan gempa seperti Indonesia perlu memasukkan mata pelajaran tentang gempa ke kurikulum sekolah sehingga seluruh masyarakat mengetahui cara mengantisipasi gempa secara dini.

Jika masuk kurikulum sekolah, pelajaran gempa akan diberikan secara sistematis terutama pemahaman dasar mengenai negara yang rawan gempa, kata Koordinator BMKG Provinsi Bengkulu Fahmiza didampingi Staf Teknisi BMKG, Edi Warsudi di Bengkulu, Sabtu.

Dia mengatakan apabila masyarakat Indonesia sudah mengetahui dan menyadari bahwa negara rawan gempa, mereka tidak menjadi panik dan ketakutan ketika terjadi gempa, melainkan mencari upaya menyelamatkan diri karena hal ini sudah didapatkan di sekolah.

Jepang sebagai negara rawan gempa, katanya, tiga bulan sekali melakukan simulasi gempa. Bangunan di Jepang semua sudah disiapkan untuk tahan menghadapi gempa. Dengan demikian korban akibat gempa dapat diminimalkan.

Gempa tidak dapat ditolak atau dihalangi. Lempengan penyebab gempa akan terus bergerak selagi bumi masih ada.

Pergerakan lempengan terjadi, katanya, karena dua sebab, yaitu karena putaran bumi berevolusi maupun berrevolusi. Kedua karena ada aktivitas magma di perut bumi.

"Yang bisa dila ukan hanyalah menyiapkan diri dengan APELL yaitu Awarenes and Preparadness for Emergencies at Local Level artinya kesadaran dankesiapsiagaan menghadapi bahaya pada tingkat lokal," katanya.

Maksudnya masing-masing keluarga menyiapkan anggota keluarganya berada pada lokasi aman pada saat terjadi gempa. Di tingkat rukun tetangga RT) menyiapkan warga satu RT tersebut tentang bagaimana cara menyelamatkan diri, dan ke mana harus mengungsi.

Di tingkat kelurahan juga ada pedoman umum bagaimana seharusnya menyelamatkan diri dan menyampaikan keberadaan masing-masing kepada pihak koordinator di tingkat kelurahan sehingga semua dapat diperhatikan.

Pada tingkat kecamatan dan kabupaten kota sudah ada petunjuk pengamanan diri sesuai jenjangnya, sehingga masyarakat menjadi tenang dan nyaman.


Contoh Materi 5 :

Nama Sekolah
Rubrik : Materi Pelajaran
Bangunan Tahan Gempa Masuk Kurikulum SMK
2008-12-13 15:09:53 - by : admin

Yogyakarta, Kompas -
Materi bangunan tahan gempa akan mulai dimasukkan dalam kurikulum
pendidikan SMK jurusan Bangunan. Selain agar lulusan memiliki
kompetensi di bidang bangunan tahan gempa, hal itu bertujuan membangun
sikap selalu waspada terhadap gempa.

Penyiapan
materi bangunan tahan gempa untuk dimasukkan dalam kurikulum itu
dimotori Pemerintah Jerman melalui German Technical Assistance bekerja
sama dengan Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas-Direktorat
Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas. Untuk
pelaksanaan program itu, Pemerintah Jerman memberikan dukungan dana 4
juta Euro atau sekitar Rp 5 miliar.

"Dalam
kurikulum SMK selama ini belum ada yang secara spesifik mengajarkan
tentang bangunan tahan gempa. Padahal, negara Indonesia adalah daerah
rawan gempa," ungkap Bernd Mayer, konsultan German Technical
Assistance, Selasa (5/12) di sela-sela workshop "Integrasi Bangunan
Tahan Gempa dalam Kurikulum SMK" di Yogyakarta.

Bernd
Mayer menyampaikan, materi bangunan tahan gempa yang sudah mulai
disusun diharapkan selesai 2007 dan bisa diterapkan pada beberapa SMK
pada November 2007. "Seluruh paket materi bangunan tahan gempa
direncanakan mulai implementasi penuh 2008 di seluruh SMK," ujarnya.

Kepala
Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta Darno mengungkapkan, materi bangunan
tahan gempa tidak akan dijadikan mata pelajaran tersendiri, melainkan
disisipkan atau diintegrasikan pada pelajaran yang terkait teknik
bangunan. Diungkapkan, dengan adanya kurikulum baru, yakni kurikulum
tingkat satuan pendidikan (KTSP), sekolah bisa mengatur sendiri.

"Lebih
penting lagi, materi ini untuk melatih dan membangun sikap waspada
terhadap bencana. Biasanya kalau dulu menerapkan teori tidak sama
dengan praktik, sekarang demi keselamatan diharapkan ilmu itu
benar-benar diterapkan dalam praktik," katanya.

Nama Sekolah : http://sekolah.teratama.com/
Versi Online : http://sekolah.teratama.com/?pilih=news&aksi=lihat&id=37

Contoh Materi 6 :

Berita
08 Oct 2009 | Komentar: 1
Pemerintah Segera Buat Sistem Penanganan Gempa dan Masuk Dalam Kurikulum Sekolah

PERHATIAN pemerintah dan masyarakat atas gempa harus lebih besar lagi. Pasalnya, guncangan akibat kejadian alam itu cukup tinggi. Dalam sehari, tercatat 2 hingga 15 gempa menggoyang wilayah Indonesia. Karena itu, Indonesia kerap disebut sebagai disaster supermarket.

Hal itu diungkapkan Kepala Pusat Seismologi Teknik dan Geopotensial BMKG Drs Suharjono Dipl Seis dalam Diskusi Terbuka tentang Gempa yang diselenggarakan Jawa Pos di Graha Pena, Surabaya, kemarin (6/10).

Menurut Suharjono, jika dihitung dalam setahun, gempa yang terjadi pasti lebih banyak. Dia menyebut 6 ribu hingga 7 ribu gempa. Gempa itu memang tidak selalu menimbulkan kerusakan. Sebab, tidak semua berskala besar. ''Ada yang (kekuatannya) hanya satu atau dua skala Richter. Namun, gempa tetap harus mendapat perhatian khusus,'' katanya.

Apalagi, tutur dia, dalam kurun 20 tahun terakhir, bencana yang disebabkan benturan lempeng bumi dan erupsi gunung berapi itu memakan banyak korban jiwa. Selama 1980-2008 sebanyak 189.615 nyawa melayang akibat ben­cana gempa di Indonesia. Jika dirata-rata, setiap tahun korban tewas mencapai 6.538 jiwa.

Kerugian ekonomi akibat gempa juga mencengangkan. Angkanya mencapai USD 21.219.450.000 atau sekitar Rp 210 triliun. ''Itu hasil survei Emdat (The International Emergency Disasters Database), lembaga pencatat bencana yang bermarkas di Belgia,'' kata Ketua Pusat Studi Kebumian dan Bencana ITS Dr Ir Wahyudi MSc.

Tingginya kasus bencana akibat gempa di tanah air memang tidak bisa dihindari. Itu disebabkan kondisi Indonesia yang bisa dikatakan ''spe­sial''. Negara lain terdiri atas dua lempeng. Jepang yang sering dilanda gempa terdiri tiga lempeng.

Nah, jumlah lempeng bumi di Indonesia mencapai empat, yakni Indo Australia, Pasifik, Eurasia, dan Filipina. Karena faktor alam itulah, negeri ini kerap disebut disaster supermarket. Lempeng itu menimbulkan hampir seluruh bencana di Indonesia.

Karena banyaknya korban jiwa, kerugian ekonomi, hingga intensitas gempa, para pembicara menilai gempa atau bencana lain harus menjadi isu serius di Indonesia. Apalagi, setelah gempa 7,6 skala Richter (SR) menghancurkan Padang dan daerah-daerah lain di Sumbar Rabu pekan lalu (30/9). Penanganan atau antisipasi terkesan kurang sistematis.

Salah satu ide dilontarkan Setia Budhijanto, pembicara lain dalam diskusi tentang gempa di ruang Semanggi, Graha Pena, kemarin. Dia mengusulkan agar pemerintah segera membuat sistem penanganan gempa. Salah satunya mema­sukkan materi gempa dalam kurikulum sekolah.

Ketua tim rumah cepat Jawa Pos di Aceh dan Jogja tersebut punya alasan mengapa itu menjadi cara efektif atau jitu. Budi, panggilan Setia Budhijanto, mencontohkan kasus tsunami di Thailand beberapa waktu lalu. ''Ada anak SD melihat air laut surut. Saat itu banyak orang berada di tepi pantai,'' ceritanya.

Siswa SD itu, kata Budi, paham tentang bakal terjadinya tsunami. Sebab, dia mendapat pengetahuan itu dari sekolahnya. ''Dia pun mem­beri tahu orang lain jika bakal terjadi tsunami,'' ujarnya.

Ternyata, kata Budi, tsunami be­nar-benar terjadi. Ratusan jiwa pun terselamatkan. ''Bangsa kita tidak punya wawasan tentang gem­pa. Ini menjadi peran pemer­intah. Misalnya, pengetahuan gempa masuk kurikulum,'' ucapnya.

Selain itu, masyarakat harus lebih sadar. Banyak cara mencegah korban atau kerugian akibat gempa. Misalnya, di setiap gedung bertingkat dipasangi alat bernama intensitimeter.

Peralatan itu bisa mendeteksi jika ada guncangan dari perut bumi. Lantas, alat itu dilengkapi monitor yang bisa menampilkan skala (kekuatan) gempa. ''Kalau 3 skala Richter, ya muncul angka 3 di monitor,'' ucap Suharjono.

Dengan begitu, jika ada info gempa dalam skala tinggi, orang yang berada di bangunan bertingkat bisa menyelamatkan diri. Dalam kasus gem­pa di Padang, banyak orang terjebak di bangunan tinggi. Mereka tidak sempat menyelamatkan diri karena tidak tahu besarnya gempa.

Hingga saat ini, gempa memang cepat terdeteksi. Cukup lima menit, lokasi dan besar guncangan su­dah diketahui. Pemerintah memasang peralatan pencatat gempa (seismogaf). Di Indonesia terdapat 160 titik lokasi seimograf.

Diskusi yang dipandu redaktur Jawa Pos Kurniawan Mu­hammad itu berjalan gayeng. Apa­lagi, saat sesi tanya jawab. Seorang peserta bernama Joni menanyakan potensi gempa di Su­rabaya. Termasuk, ancaman bencana di sekitar sembur­an lumpur di Porong, Sidoarjo.

Suharjono menyatakan, di Indonesia zona gempa terbagi menjadi enam. Angka enam adalah yang terparah. Surabaya dan sekitarnya masuk zona 3-4. Jadi, masih ada ke­mungkinan gempa di Surabaya. ''Saya tidak mau menyebutkan akan ada gempa atau tidak (di Surabaya). Tapi, tidak ada salahnya punya pengetahuan menyelamatkan diri dari bencana.'' (sha/fid/dwi)

Jawa Pos, 7 Oktober 2009


Contoh Materi 7 :
ini dari contoh dr Den Bagus, temen qt. ^_^
sumber : (sayangnya, alamat URL nya blm dicantumin, lupa ya... mas bagus... piye yo buos.. buoss...)




VIVAnews - Sebuah gempa 5,1 skala Richter baru saja mengguncang Pariaman, Sumatera Barat. Gempa terjadi di kedalaman 58 kilometer, berada 62 kilometer di barat daya Pariaman.

Gempa terjadi pukul 19.51, Senin 5 Oktober 2009, di 0,9 lintang selatan dan 99,63 bujur timur. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, gempa berpusat di laut ini tidak berpotensi tsunami.

Rabu 30 September 2009 lalu, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Indonesia mencatat gempa 7,6 SR terjadi pada pukul 17.16 WIB. Gempa terjadi di lokasi 0.84 Lintang Selatan dan 99.65 Bujur Timur. Pusat gempa berada di arah 57 kilometer barat daya Pariaman, Sumatera Barat.

Hingga Senin kemarin, gempa telah menewaskan 608 orang. Korban tewas terbanyak berada di kabupaten Padang Pariaman sebanyak 285 jiwa. Jumlah warga tewas mencapai 242 jiwa di kota Padang, kota Pariaman 32 jiwa, kabupaten Agam 32 jiwa, kabutapen Pesisir Selatan 10 jiwa, 3 warga Pasaman Barat, dan 20 warga Kabupaten Solok.

• VIVAnews

Sudah membaca yang di bawah ini ?



1 komentar:

rizal says:
11 November 2009 pukul 00.25

moga UTS kita lancar... Amin...

Posting Komentar